Tegal Alang-Alang, 1367 Saka

Hari Jum’at kliwon tanggal 14 Kresna Paksa Cetra Masa 1367 Saka, diperkirakan tahun 1445 Masehi, di antara gerimis yang turun tipis dan angin laut yang bertiup kencang, menelisik pucuk-pucuk daun jati, Mandura berjalan tergopoh-gopoh menyibak ilalang yang meliuk-liuk basah.

“Ada orang mati! Ada orang mati!” teriak Mandura.

Membuat 52 orang penduduk dipesisir utara Jawa, yang tengah menebangi hutan itu menjadi heran menghentikan pekerjaannya. Ki Danusela atau yang dikenal penduduk Ki Gedeng Alang-alang selaku penguasa Tegal Alang-alang atau Kuwu Carbon I, menghentikan menebang pohon jati.

“Ada apa, Mandura…?”

“Ada orang mati di pinggir pantai, Ki Gedeng…” Nafas Mandura masih tersengal-sengal, keringatnya bercucuran bercampur dengan titik-titik gerimis yang membasuh seluruh mukanya.

Ki Gedeng memerintahkan Walangsungsang – menantunya – dan beberapa orang, yang tengah membabat alang-alang untuk ikut bersamanya menengok kabar dari Mandura. “…yang lain, teruskan membabat hutan…” perintah Ki Gedeng.

Mereka bergegas menuju pinggir pantai, dengan petunjuk Mandura yang berjalan di depan rombongan sepuluhan orang itu.

Dukuh Tegal Alang Alang terletak di pinggir pantai Muara Jati sebelah tenggara Gunung Jati (Lemahwungkuk sekarang). Karena letaknya di pinggir pantai, maka tidak mengherankan jika banyak sekali peristiwa-peristiwa yang datang silih berganti. Seperti ombak yang senantiasa datang menghampiri tepian pantai. Membawa kisahnya. Peristiwa yang paling menggemparkan adalah ketika Tahun 1409, kedatangan pasukan angkatan laut Tiongkok pimpinan Laksamana Cheng Ho yang ditugaskan oleh Kaisar Yung Lo (Dinasti Ming 1363-1644) memimpin misi muhibah ke-36 negara. Membawa pasukan muslim 27.000 dengan 62 kapal besar.

Pesisir pantai itu seakan tertutup mendung, terhalang layar-layar kapal yang besar dan lebar. Gegerlah penduduk pesisir sekitar Tegal Alang Alang.

Ki Gedeng dan anaknya nyai Subang Larang, selaku penguasa Syahbandar Muara Jati Cirebon, menyambut kedatangan misi muhibah Laksamana Cheng Ho. Laksamana tidak melakukan perampokan atau penjajahan. Bahkan memberikan bantuan membangun sesuatu yang diperlukan oleh wilayah yang didatanginya. Seperti Cirebon dengan mercusuarnya. Oleh karena itu, kedatangan Laksamana Cheng Ho disambut gembira oleh Ki Gedeng sebagai Syahbandar Cirebon.

Di Cirebon Laksmana Cheng Ho membangun mercusuar  dan bengkel perbaikan perahu ukuran besar.

Muara Jati adalah pelabuhan nelayan kecil, terletak di lereng bukit Amparan Jati. Penguasa kerajaan Galuh yang ibu kotanya Rajagaluh menempatkan seorang sebagai pengurus pelabuhan atau syahbandar, Ki Gedeng Alang Alang. Pelabuhan Muara Jati banyak di singgahi kapal-kapal dagang dari luar, di antaranya kapal Cina yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat,  yang di perdagangkannya adalah garam, hasil pertanian dan terasi.

pelabuhan Muara Jati (Cirebon) menjadi tempat persinggahan pedagang Tiongkok, Arab, persia, dan india. Saat itu terjadi asimilasi dan akulturasi beragam budaya yang menghasilkan banyak tradisi baru bagi masyarakat.

bersambung ….